BAB III
HUKUM PERIKATAN
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.
Macam-macam Perikatan
1. Perikatan bersyarat (Pasal 1253-1267 KUHPer)
Perikatan Bersyarat mengandung arti bahwa suatu perikatan adalah bersyarat apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi. Perikatan bersyarat terdiri dari:
a. Perikatan dengan syarat tangguh. Ialah perikatan lahir jika peristiwa tersebut telah terjadi pada detik terjadinya peristiwa tersebut (1263 KUHPer).
b. Perikatan dengan suatu syarat batal. Ialah perikatan yang sudah lahir akan berakhir atau batal jika peristiwa tersebut terjadi. Perikatan juga batal apabila (1). Syarat itu bertentangan dengan susila atau yang dilarang UU. (2). Pelaksanaan digantungkan pada kemauan debitur (Pasal 1256 KUHPer)
2. Perikatan dengan ketetapan waktu (Diatur dalam Pasal 1268-1281 KUHPer).
Perikatan dengan ketetapan waktu ialah perikatan yang hanya menangguhkan pelaksanaannya atau lama waktu berlakunya suatu perikatan.
3. Perikatan mana suka (alternatif)
Dalam perikatan mana suka, si debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang lainnya (Pasal 1272 KUHper).
4. Perikatan tanggung menanggung
Jika dalam suatu perjanjian secara teas kepada masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang membebaskan pihak yang berutang.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Pada hakekatnya perikatan ini tergantung pada kehendak kedua belah pihak, tentang memenuhi prestasi (kewajiban yang diperjanjikan).
6. Perikatan dengan suatu ancaman hukuman
Perikatan ini bertujuan untuk mecegah jangan sampai orang (si berhutang/kreditur) melalaikan kewajibannya..
Sumber-sumber Perikatan
Perikatan yang bersumber dari perjanjian (Pasal 1313 KUHPer), terdiri dari:
a. Perjanjian bernama,yakni perjanjian yang sudah ditentukan dan diatur dalam Perpu/UU. Misalnya: jual-beli, sewa-menyewa.
b. Perjanjian tidak bernama, yakni perjanjian yang belum ada dalam UU. Misalnya: leasing, dsb.
Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang (Pasal 1352 KUHPer), terdiri dari:
a. Undang-undang saja (1352 KUHPer), contohnya: hak numpang pekarangan.
b. Undang-undang karena perbuatan orang (Pasal 1353 KUHPer), contohnya: perbuatan yang halal (1354 KUHPer) dan perbuatan yang melawan hukum (1365 KUHPer).
3.2 Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
1. Sistem terbuka. Asas ini mempunyai arti bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga asa kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPer).
2. Bersifat pelengkap. Artinya pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang mebuat perjanjian itu menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari undang-undang.
3. Konsensualisme. Artinya bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan syarat syahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPer).
4. Kepribadian. Mempunyai arti bahwa, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUHPer, pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
3.3 Wanprestasi
Dalam hukum perikatan dikenal adanya prestasi, yaitu yang dimaksud dengan prestasi ialah kewajiban yang harus dipenuhi tiap-tiap pihak sesuai dengan isi perjanjian dan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.
Sanksi bagi debitur antara lain ada 4 sanksi, yaitu:
1. Debitur harus mengganti kerugian yang diderita kreditur
2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian
3. Peralihan resiko pada debitur sejak terjadinya wanprestasi
4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim.
3.4 Hapusnya Perikatan
1. Menurut Pasal 1382 KUHPer, hapusnya perikatan terjadi karena:
2. Pembayaran. Pelunasan berupa prestasi dalam perjanjian (Pasal 1382 -1403 KUHPer).
3. Penawaran pembayaran diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Diatur dalam Pasal 1404-1412 KUHPer, jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai dengan perantaraan notaris atau juru sita, jika si berpiutang menolaknya, maka si berutang menitipkan uang atau barangnya kepada Paniter Pengadilan Negeri untuk disimpan. Maka hal ini akan membebaskan si berutang dan berlaku sebagai pembayaran.
4. Pembaharuan Utang (novasi). Pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan perikatan yang lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru (Subekti, 2003, hlm 156).
5. Perjumpaan utang (kompensasi/timbal balik). Pencampuran utang terjadi apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul apda 1 orang(1436 KUHPer). Pencampuran yang terjadi pada diri debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya.
6. Pembebasan utang. Suatu perbuatan hukum di mana kreditur dengan sukarela membebaskan/melepaskan haknya dari debitur dari segala kewajibannya (1438-1443 KUHPer).
7. Musnahnya barang yang terutang (1444-1445 KUHPer). Barang yang menjadi oyek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diapa-apakan.
8. Pembatalan. Hapusnya perikatan karena pembatalan diatur dalam Pasal 1446 KUHPer, disebutkan pembatalan perikatan apabila: (a). Perikatan itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, (b). Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan dan penipuan.
9. Berlakunya suatu syarat batal. Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatau kembali pada semula, seolah-olah tidak terjadi perikatan.
3.5 Memorandum of Understanding (MoU)
Adapun pengertian mengenai M O U yang dijelaskan oleh para ahli yaitu sebagai berikut:
1. Munir Fuady
M O U merupakan perjanjian pendahuluan yang akan dijabarkan dan juga diuraikan dengan perjanjian lainnya. Di mana pada perjanjian tersebut memuat mengenai aturan serta persyaratan yang lebih mendetail.
2. Erman Radjagukguk
M O U merupakan dokumen yang isinya adalah saling pengertian dan juga pemahaman antara para pihak yang berkaitan. Di mana sebelumnya sudah dituangkan dalam perjanjian yang lebih formal dan mengikat di antara para pihak tersebut. Menurutnya, muatan yang ada pada M O U harus dituangkan kembali ke dalam perjanjian agar lebih mengikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar