Minggu, 24 Juni 2018

ASPEK HUKUJM DALAM EKONOMI

BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA


12.1 Pengertian
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau konflik, Konflik adalah adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.

12.2 Cara – Cara Penyelesaian Sengketa

1. Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.

2. Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat.

3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator).

4. Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.



Refrensi :

https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/penyelesaian-sengketa/ Diakses 21 juni 2018
http://jokosuna.blogspot.com/2015/06/aspek-hukum-dalam-ekonomi-anti-monopoli.html Diakses 21 juni 2018
https://books.google.co.id/books?isbn=9791097119 Diakses 21 juni 2018

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

BAB XI
KEPAILITIAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN HUNTANG



11.1 Pengertian
Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.

11.2 Pihak Yang Dapat Mengajukan Kepailitan
a. Atas permohonan debitur sendiri
b. Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
c. Oleh kejaksaan atas kepentingan umum
d. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
e. Oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

11.3 Para Pihak Yang Dapat Melakukan Permintaan Kepailitan
1. Debitur
2. Kreditur
3. Kejaksaan demi kepentingan umum
4. Bank Indonesia
5. Badan Pengawas Pasar Modal


11.4 Penundaan Pembayaran
Diatur pada Bab II UU Kepailitan
Penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren.


11.5 Pencocokan Piutang
Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masing – masing kreditor, yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak putusan pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap.


11.6 Perdamaian
Perdamaian dalam kepailitan lebih mengarah pada proses penyelesaian utang-utang debitor melalui pemberesan harta pailit sedangkan perdamaian dalam PKPU lebih ditekankan pada rencana penawaran pembayaran atau melakukan restrukturisasi pembayaran utang.


11.7 Permohonan Peninjauan Kembali
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, prosedur permohonan Pailit adalah sebagai berikut: Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera. (Pasal 6 ayat 2). Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan, pengadilan. 



Refrensi :

http://www.hukumkepailitan.com/category/permohonan-pailit/ Diakses 20 juni 2018
https://claudiapaskah.wordpress.com/2011/05/17/bab-11-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang/ Diakses 20 juni 2018

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

BAB X
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT


10.1 Pengertian Anti Monopoli dan persaingan tidak sehat
Menurut UU No. 5 Tahun 1999, monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

10.2 Asas dan Tujuan
Asas dan tujuan antimonopoli dan persaingan usaha adalah:
  1. Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
  1. Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999)
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut:
  1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
  3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
  4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
10.3 Kegiatan Yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
  1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
  1. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
  1. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
  1. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan
  2. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
  3. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan
  4. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
  5. Persekongkolan
  1. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.

10.4 Perjanjian Yang Dilarang
Perjanjian yang dilarang dalam antimoopoli dan persainga usaha adalah :
  1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
  1. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
  1. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
  2. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
  1. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
  1. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
  1. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
  1. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya.
  1. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
  1. Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

 10.5 Hal –Hal Yang Dikecualikan Dari Undang – Udang Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu :
  1. Pasal 50
    1. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    2. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
    3. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
    4. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
    5. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas.
  2. Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

10.6 Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

10.7 Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.



Refrensi :


https://vianisilv.wordpress.com/2013/10/13/pengantar-hukum-bisnis-hukum-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha/ Diakses 19 juni 2018

https://books.google.co.id/books?id=K903DvN6TYwC&pg=PA137&dq=pengertian+anti+monopoli+dan+persaingan+tidak+sehat&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjZ6Jbzia3bAhVZU30KHaIDBdsQuwUINzAC#v=onepage&q=pengertian%20anti%20monopoli%20dan%20persaingan%20tidak%20sehat&f=false Diakses 19 juni 2018

https://vianisilv.wordpress.com/2013/10/13/pengantar-hukum-bisnis-hukum-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha/ Diakses 19 juni 2018

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Bab IX
Perlindungan konsumen


9.1 Pengertian perlindungan konsumen
Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh konsumen atas setiap produk bahan makanan yang di beli dari produsen atau pelaku usaha.
 
9.2 Asas dan tujuan
- Asas
a. Asas manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus anfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

b. Asas keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselematan pada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum
Adalah baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.


- Tujuan

Menurut Pasal 3 tentang Perlindungan konsumen, bertujuan:
  1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
  2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
  4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
  5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
  6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
9.3 Hak dan kewajiban konsumen
Menurut Pasal 4 UU Perlindingan Konsumen,

Hak konsumen adalah :
a) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i) hak­hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang­undangan lainnya.
Menurut Pasal 4 UU Perlindingan Konsumen,

Kewajiban konsumen adalah :
a) membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

9.4 Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

- Hak pelaku usaha adalah :
  1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  5. hak-­hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang­undangan lainnya.
Menurut Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
- Kewajiban pelaku usaha adalah :
  1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

9.5 Perbuatan Yang Dilarang Pelaku Usaha

a. Pasal 8 : Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

1. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

b. Pasal 9 : Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
1. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
2. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
3. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu.

c. Pasal 10 : Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

1. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
2. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
3. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
4. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
5. bahwa penggunaan barang dan/atau jasa.

d. Pasal 11 : Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
1. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
2. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
3. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
4. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
5. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
6. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

e. Pasal 12 : Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

f. Pasal 13
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.

2. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

g. Pasal 14 : Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang, ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

1. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
2. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
3. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
4. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan;

h. Pasal 15 : Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

i. Pasal 16 : Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
1. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
2. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

9.6 Klausula Baku Dalam Perjanjian


Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.


9.7 Tanggung Jawab Pelaku Usaha


a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
b. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
d. Pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
e. Ketentuan angka 1 dan 2 tersebut tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.


9.8 Sanksi Dalam Perlindungan Konsumen
Sanksi

a. Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
1) Pengembalian uang atau
2) Penggantian barang atau
3) Perawatan kesehatan, dan/atau
4) Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

b. Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

c. Sanksi Pidana :
Kurungan :
1) Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18.
2) Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f.
Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian.

d. Hukuman tambahan,
antara lain :
1) Pengumuman keputusan Hakim
2) Pencabutan izin usaha;
3) Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
4) Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
5) Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat.


Refrensi :
https://books.google.co.id/books?id=3BVNDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=perlindungan+konsumen&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj6zvr47cXbAhULpJQKHaCPBJoQ6AEIKDAA#v=snippet&q=asas%20dan%20tujuan&f=false Diakses 17 juni 2018

http://www.berandahukum.com/2017/08/hak-dan-kewajiban-pelaku-usaha.html Diakses 17 juni 2018

http://panduankonsumen.com/perbuatan-yang-dilarang/ Diakses 17 juni 2018

https://id.wikipedia.org/wiki/Klausula_Baku Diakses 17 juni 2018

https://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/10/asas-dan-tujuan-perlindungan-konsumen/ Diakses 17 juni 2018

http://kusmianto.mhs.narotama.ac.id/2013/12/23/etika-perlindungan-konsumen/ Diakses 17 juni 2018